Jumat, 25 April 2014

Wajah Pendidikan Di Indonesia (KPK 24/4/2014)



Pendidikan di Indonesia: Tak Sekedar Mencari Ijazah dan Gelar

Oleh:
Ahmad Zaenuri, S.Pd.I*


A.    Pendahuluan
            Ujian Nasional (UN) Tahun Ajaran 2013/2014 untuk siswa SMA/MA/SMK/MAK baru saja selelesai dilaksanakan. Tak pelak, banyak peristiwa menarik yang musti dicermati mengiringi prosesi tahunan ini. Mulai dari soal ujian yang diindikasikan terdapat unsur politisasi,[1] sampai pada kecurangan yang terjadi di sana-sini. Di Klaten misalnya, orang tua siswa dengan sengaja memerintahkan keponakannya untuk menggantikan (menjadi joki) anaknya yang tidak bisa mengikuti ujian karena sedang mengikuti karantina persiapan bekerja di Korea.[2] Kebocoran soal-soal ujian juga dimungkinkan masih terjadi berbagai daerah, khususnya daerah yang minim pengawasan.
            Berbagai fenomena yang terjadi di atas menunjukkan bahwa pendidikan Indonesia belum sepenuhnya mampu mencapai cita-cita mulia dalam membentuk karakter bangsa. Pendidikan masih sebatas “pencitraan” dalam rangka memperoleh gelar dan ijazah sehingga dapat meningkatkan status sosial masyarakat, walaupun harus mengorbankan sikap kejujuran dan akuntabilitas. Sementara disisi lain, orang akan malu jika dikatakan tidak lulus karena lebih mengepankan kejujuran dan kepercayaan diri. Inilah hal yang kemudian dikhawatirkan oleh Mohandas K Gandhi sebagai ancaman yang mematikan, yaitu ketika pendidikan tidak memperhatikan nilai-nilai karakter lagi.[3]
            Lantas, apa yang salah dalam sistem pendidikan negeri ini? Pada satu sisi seorang guru dan kepala sekolah bermaksud mengedapankan kejujuran dan keadilan, sementara disisi lain masyarakat akan menghakimi jika siswa di sekolahnya tidak ada yang lulus. Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional bermaksud menjadikan UN sebagai instrumen untuk mengukur kualitas pendidikan nasional, sementara dalam praktiknya sistem tersebut justu menimbulkan kecurangan atau setidak-tidaknya “memaksa” siswa dan guru untuk berbuat curang.
            Sekedar melihat sistem pendidikan di negara-negara yang dianggap baik seperti Finlandia[4] misalnya. Finlandia tidak menggunakan ujian nasional sebagai parameter kelulusan siswa.[5] Jam belajar siswa juga tidak banyak seperti di Indonesia dengan jumlah mata pelajaran yang beragam. Tetapi Finlandia disebut-sebut sebagai negara yang sistem pendidikannya menduduki posisi terbaik. Jam belajar di Finlandia memang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan Indonesia, namun siswa dibekali pembelajaran tutorial yang dapat dijadikan bahan untuk belajar mandiri dirumah. Dengan demikian, maka tri sentra pendidikan sebagaimana diungkapkan Ki Hajar Dewantara yaitu, guru, orang tua dan masyarakat dapat berperan aktif di negeri Nokia ini.
            Bagaimana dengan sistem pendidikan di Indonesia, mungkinkah bisa menerapkan sistem pembelajaran tutorial? Menurut hemat penulis, mungkin saja, khususnya bagi siswa yang memiliki orang tua dengan latar belakang ekonomi menengah ke atas, tetapi bagi siswa yang latar belakang ekonomi keluarganya rendah, rasa-rasanya sistem tersebut masih jauh panggang dari api. Siswa dengan latar belakang ekonomi orang tua rendah cenderung menjadikan waktu luang digunakan untuk membantu ekonomi keluarga, seperti berjualan di toko milik keluarga, memberi makan ternak, sampai menjaga adik-adiknya di rumah yang ditinggal orang tua untuk bekerja. Dengan demikian, yang seharusnya siswa memiliki waktu belajar di rumah, harus tersita dengan kegiatan-kegiatan yang menghimpit ekonomi keluarga.
            Begitu berharganya selembar kertas─dengan tulisan Ijazah─ternyata telah mengaburkan fungsi pendidikan sebagaimana dalam UUD 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak jarang perilaku-perilaku curang juga dilakukan demi mendapatkan ijazah tersebut. Dampak negatifnya, perilaku curang dalam lembaga pendidikan ini akhirnya terbawa dalam ranah yang lebih luas seperti negara. Tidak heran jika kemudian perilaku korupsi, kolusi, dan mark up kerap terjadi di negeri ini.   
            Demi menghalau sikap-sikap seperti di atas, dibutuhkan seperangkat konsep yang baik dalam rangka menciptakan pendidikan yang berkualitas. Kualitas tersebut tidak hanya dilihat pada banyaknya siswa yang lulus dari sebuah lembaga pendidikan, akan tetapi sejauhmana lembaga pendidikan mampu mencerdaskan masyarakat. Dalam bahasa sederhana Gramscy pendidikan hendaknya menumbuhkan sikap kesadaran kritis dalam masyarakat.[6] Sejatinya, prinsip pendidikan yang mencerdaskan tanpa harus dengan gelar dan ijazah sudah berkembang di Indonesia lewat pendidikan pesantren. Seiring berjalannya waktu lembaga pendidikan ini harus menyesuaikan dengan lembaga pendidikan lainya demi ketertiban administrasi.

B.     Hakikat Tujuan Pendidikan                
Tujuan utama pendidikan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[7] Dalam tujuan tersebut terlihat jelas bahwa pendidikan tidak dimaksudkan untuk memperoleh gelar dan status sosial. Gelar dan status sosial hanya diberikan sebagai tanda telah menempuh jenjang pendidikan yang pernah dilaluinya. Lebih konkrit lagi, Ijazah hanyalah merupakan bukti legal formal bahwa seseorang telah selesai menempuh pendidikan.
Imam Abu Hamid Al-Ghazali secara lebih khusus merumuskan tujuan pendidikan yaitu dalam rangka pencapaian ilmu agama dan akhlak. Menurutnya akhlak yang baik itu adalah sifat bagi rasul, dan perbuatan yang baik bagi orang-orang yang benar.[8] Dengan menggunakan kerangka berfikir Al-Ghazali tersebut maka sejatinya pendidikan ditujukan dalam rangka membentuk aklah mulia sebagaimana yang diteladankan para rasul atau lebih tepatnya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt.
Jika konsep Al-Ghazali ini dapat diterapkan, maka pendidikan hampir dapat dipastikan akan memiliki ruh yang lebih jauh kedepan. Hal ini dikarenakan konsep pendidikan yang disampaikan oleh al-Ghazali orientasinya bukan hanya di dunia yang profan tetapi memiliki dimensi-dimensi ilahiyah yang bernuansa transenden dan abadi.

C.    Mengembalikan Jati Diri Pendidikan
Tidak dipungkiri telah terjadi orientasi pendidikan sejak masa kolonial Belanda. Pendidikan pesantren yang dianggap tidak mendukung pemerintah kolonial akhirnya dikeluarkan dalam daftar statistik pemerintah Hindia Belanda.[9] Hal ini mudah saja dicarikan alasannya karena pesantren dianggap sebagai sarang pemberontak. Sementara itu, disatu sisi lain pendidikan kolonial terus dikembangkan dalam rangka mendapatkan pekerja-pekerja ahli dari penduduk pribumi. Sistem pendidikan yang bermesraan dengan elit kuasa di atas, terus bergulir dari waktu kewaktu.
Pada masa demokrasi terpimpin, isu-isu sosialisme semakin gencar disuarakan. Pendidikan pun menjadi sasaran dari isu utama tersebut. Pada masa ini pendidikan lebih dioreintasikan dalam rangka membentuk manusia yang sosialis, idealis dan pro akan revolusi. Titik kulminasinya manifesto politik (Manipol) yang kemudian berkembang menjadi Manipol-USDEK (UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi ala Indonesia, Ekonomi Terpimpin, dan Keadilan Sosial) dijadikan mata kuliah wajib di seluruh perguruan tinggi Indonesia.[10]       
 Setelah demokrasi terpimpin lengser dan pucuk pimpinan berpindah pada kekuasaan Orde Baru, orientasi pendidikan juga berganti. Pada masa ini term-term pembangunan menjadi isu utama dengan gaung REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Dampaknya, pada masa ini pendidikan lebih diorientasikan pada pengembangan sumber daya manusia dalam rangka membangun bangsa yang baru bangkit dari penjajahan.  
Kejatuhan kepemimpinan orde baru dan berganti pada masa reformasi, menjadikan orientasi pendidikan juga berganti. Jika sebelumnya pendidikan diutamakan dalam rangka membangun bangsa yang baru bangkit dari penjajahan, maka pada masa reformasi pendidikan dimaksudkan untuk menguasai tema-tema yang berbau teknologi. Maka muncullah sekolah-sekolah seperti Insan Cendekia yang mencoba menggabungkan intelektualitas muslim dengan perkembangan teknologi. Tidak dipungkiri peran mantan Presiden Habibi sangat besar disini.

Bagaimana dengan Islam?
            Dalam Islam, tujuan utama manusia di muka dunia ini adalah untuk beribadah kepada-Nya. Karena pendidikan merupakan salah satu aktivitas manusia di dunia, maka seyogyanya tujuan utama pendidikan adalah untuk menggapai ridha ilahi. Dengan dasar ridho ilahi, maka segala hasil buah pendidikan harus dimanfaatkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Jika dengan pendidikan dapat menghasilkan teknologi misalnya, maka teknologi bukan dimanfaatkan untuk menghancurkan kehidupan yang mendatangkan murka Allah, melainkan untuk menciptakan kemaslahatan bersama demi kelangsungan kehidupan ummat manusia. Wallahuta’ala ‘alam.


*Mahasiswa Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Program Studi Pendidikan Islam, Konsentrasi Pendidikan Agama Islam, 2012.
[1]Di Jawa tengah, soal ujian nasional bahasa Indonesia untuk siswa SMA/SMK/sederajat menyebutkan salah satu nama calon presiden yaitu Joko Widodo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam salah satu soalnya. Selain menyebutkan nama, dalam soal tersebut siswa juga diminta untuk menunjukkan sikap keteladan yang dapat diambil dari tokoh dimaksud. Lihat Andri Saubani, “Menyusup Dalam Soal Ujian” dalam Harian Republika, Edisi Selasa 15 April 2014, hlm. 1.
[2]Oda, “Joni Deg-degan Jadi Joki UN” dalam Harian Pagi: Tribun Jogja, hlm. 1.
[3]Yudi Latif, Menyemai Karakter Bangsa: Budaya Kebangkitan Berbasis Kesastraan, (Jakarta: Kompas, 2009), hlm. 39.
[4]Finlandia merupakan sebuah negara kecil yang terletak di Eropa Utara. Luas wilayahnya lebih kurang 330.000 km2, sangat jauh berbeda dengan Propinsi Yogyakarta yang luasnya mencapai 3.185,80 km2. Wajar jika kemudian Finlandia menempati urutan ke-162 dalam kepadatan penduduk dunia. wikipedia.com.
[5]Darmaningtyas, “Bercermin Pada Pendidikan Finlandia” dalam Koran Tempo, Edisi 31 Agustus 2013.
[6]Mansour Fakih, “Gramsci di Indonesia: Pengantar” dalam Roger Simon, Gramci’s Political Thought, terj. Kamdani & Imam Baihaqi (Yogyakarta: Insist Bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2004), hlm. xvi.
[7]Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, (Bandung: Citra Umbara, 2010), hlm. 6.
[8]Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 114.
[9]M. Sirozy, Politik Pendidikan: Dinamika Hubungan antara Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan, (Yogyakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. vi.  
[10]Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 50.

Senin, 14 April 2014

Keteladan Pemimpin



Setiap kalian adalah pemimpin dan tiap pemimpin  pasti akan dimintai pertanggungjawabannnya” HR. Bukhori. Jadi tak seorangpun didunia ini lepas dari tanggung jawab kepemimpinan, paling tidak menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.
Kepemimpinan bukan keistimewaan, tetapi tanggung jawab. Ia bukan fasilitas, tetapi pengorbanan ia juga bukan leha-leha, tetapi kerja keras. Ia juga bukan kesewenang-wenangan bertindak, tetapi kewenangan melayani. Kepemimpinan adalah keteladan berbuat dan kepeloporan bertindak.
Dalam Islam kita mengenal  istilah  imam atau khalifah  yang dijadikan sebagai pemimpin. Imam bermakna menuju, menumpu, & meneladani.  Sedangkan Khalifah bermakna sebagai pengganti dari belakang (sesudah), datang sesudah.Seorang pemimpin dapat digambarkan; sekali di depan menjadi panutan,  dan di kali  lain belakang  untuk mendorong, mengikuti, kehendak dan arah yang dituju oleh pimpinannya.
Empat sifat yang harus dipenuhi oleh para pemimpin:
1.      Al Shidiq – kebenaran & kesungguhan
2.      Al Amanah – kepercayaan
3.      Al fathonah – kecerdasan yaitu kemampuan menghadapi & menanggulangi persoalan
4.      At Tabligh – jujur & bertanggung jawab (keterbukaann).
Kepemimpinan bukan hanya kontrak sosial, tetapi juga ikatan perjanjian antara dia dengan Allah.  Kepemimpinan menuntut  adanya keadilan yang merupakan lawan sikap aniaya.
Dalam Al Qur’an disebutkan  ada 5 sifat pokok yang harus dimiliki seorang pemimpin khalifah/imam:
a)      Kesabaran dan ketabahan
b)      Menunjukkan jalan kebahagiaan
c)      Memiliki budi pekerti yang baik (kebajikan)
d)     Rajin melaksanakan ibadah
e)      Penuh keyakinan. 
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (QS. As Sajdah: 24).
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah.” (Q.S Al Anbiya : 73).

Pemimpin  adalah cerminan masyarakat.  Pemimpin yang baik adalah yang memahami aspirasi masyarakatnya.  Pemimpin  adalah  hasil kehendak (pilihan) mereka. Dia harus disenangi, atau sekurang-kurangnya tidak dibenci karena” Siapa yang mengimami (memimpin) sekelompok manusia (walau) dalam sholat, sedangkan mereka tidak menyenanginya, maka sholatnya tidak melampai kedua telinganya (tidak diterima Allah).” demikian sabda Nabi Saw.
Pemimpin seharusnya memiliki skill kepemimpinan untuk membina orang-orang dibawahnya, mengatur kehidupan masyarakat yang dipimpinnya dan berjuang demi kesejahteraan masyarakat, bangsa, dan negara.  Seorang pemimpin bukan hanya siap untuk melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, tetapi juga  mempersiapkan pemimpin penggantinya. Seorang pemimpin selain menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, ia juga harus siap diperintah oleh  rakyatnya dalam hal yang berkaitan dengan kemaslahatan masyarakatnya.   
Diantara deratan calon pemimpin dan caleg kita harus cerdas memilih pemimpin yang benar-benar mampu mewujudkan perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik.  Jangan hanya menilai berdasarkan ketenaran  dan banyaknya fans, tetapi  juga harus mempertimbangkan akhlak, karakter dan kemampuan untuk memimpin negeri ini.  Jika suatu urusan diserahkan kepa yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” HR Bukhori.

Jumat, 28 Februari 2014

Peduli Kelud 2014




Meski debu-debu bertebaran, meski terik matahari menyengat kulit. Hal itu tak menyurutkan semangat para kader LDK Sunan Kalijaga untuk berkumbul siang itu....
http://ldk-sunankalijaga.blogspot.com/2014/02/ldk-suka-httpsfbcdn-sphotos-h.html

Rekruiment Kader Baru LDK

> Together Be Better Generation

Sains dalam Al Qur'an



Al-Qur’an merupakan wahyu terakhir yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir Nabi Muhammad SAW.  Selain tentang tauhid, hukum-hukum, dan kisah-kisah, al-Qur’an menyimpan banyak hal menarik di dalamnya. Dari sekian banyak bukti-bukti empiris tentang kebenaran al-qur’an, masih banyak rahasia-rahasia dalam al-qur’an yang mungkin belum bisa terpecahkan. Prediksi tentang beberapa kejadian di masa depan termaktub dalam al-Qur’an. Hal ini termasuk fakta-fakta sains dalam al-Qur’an yang memperkuat kenyataan bahwa al-Qur’an benar-benar didesain oleh sesuatu yang Maha Hebat dan Maha Mengetahui atas segala sesuatu yaitu Allah SWT. Banyak sekali bukti-bukti sains  yang dibenarkan oleh al Qur’an.

Menurut Harun Yahya, Al Qur'an adalah firman Allah yang di dalamnya terkandung banyak sekali sisi keajaiban yang membuktikan fakta ini. Salah satunya adalah fakta bahwa sejumlah kebenaran ilmiah yang hanya mampu kita ungkap dengan teknologi abad ke-20 ternyata telah dinyatakan Al Qur'an sekitar 1400 tahun lalu. Tetapi, Al Qur'an tentu saja bukanlah kitab ilmu pengetahuan. Namun, dalam sejumlah ayatnya terdapat banyak fakta ilmiah yang dinyatakan secara sangat akurat dan benar yang baru dapat ditemukan dengan teknologi abad ke-20. Fakta-fakta ini belum dapat diketahui di masa Al Qur'an diwahyukan, dan ini semakin membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.
Banyak ilmuwan-ilmuwan muslim yang telah menunjukkan fakta-fakta ilmiah yang sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an. Harun Yahya adalah salah seorang yang masyhur mengungkap rahasia al-Qur’an tentang science baik tentang astronomi, embriologi, geologi, fisika, biologi, dan lain-lain.

Berikut ini adalah  beberapa bukti kecil dari kebenaran Al-Qur’an dalam bidang-bidang ilmu sains:
Proses terbentuknya hujan, merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan. Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.   Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,
"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)

Dalam bidang ilmu astronomi, para ahli menerangkan pada beberapa puluh tahun yang lalu tentang bagaimana alam semesta ini terbentuk. Alam semesta pada awalnya adalah satu dan kemudian terjadilah sebuah ledakan yang maha dahsyat sehingga terbentuklah bintang, matahari, bumi, dan lain-lain. Pandangan ilmuwan yang demikian dikenal dengan nama “teori big bang”. Informasi ini telah disampaikan dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya ayat 30 : “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu. Kemudian kami pisahkan antara keduanya, dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka juga tak beriman ?
Bayangkan informasi ini yang baru-baru kita ketahui ternyata sudah terdapat di dalam Al-Qur’an beberapa abad yang lalu. Selain itu menurut para ahli bahwa bumi dan matahari berjalan dalam porosnya. Hal ini telah di sampaikan Al-Qur’an dalam surah Al-Anbiya ayat 33 : “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar didalam garis edarnya”.
Bahkan Edward Harbord yang menemukan teori tentang alam semesta menyatakan bahwa alam semesta sangat luas. Hal ini pun telah terkandung dalam Al-Qur’an surah Adz-Dzariyat ayat 47 :“Dan langit itu kami bangun dengan kekuasan (kami) dan sesungguhnya kami benar-benar meluaskannya”. Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Ayat-ayat tersebut diatas telah menjelaskan lebih dahulu mengenai ilmu astronomi sebelum ilmu ini ditemukan dan tentunya telah dibuktikan kebenarannya oleh para ahli sains.
Penciptaan yang berpasang-pasangan; "Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (Al Qur'an, 36:36)  Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif.
Penciptaan manusia (Embriologi) dan aspek-aspeknya yang luar biasa itu ditegaskan dalam banyak ayat.  Jika kita terus mempelajari fakta-fakta yang diberitakan dalam Al Qur'an mengenai pembentukan manusia, sekali lagi kita akan menjumpai keajaiban ilmiah yang sungguh penting.  Ketika sperma dari laki-laki bergabung dengan sel telur wanita, intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal yang dikenal sebagai "zigot" dalam ilmu biologi ini akan segera berkembang biak dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi "segumpal daging". Ia melekat pada dinding rahim seperti akar yang kokoh menancap di bumi dengan carangnya. Melalui hubungan semacam ini, zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi pertumbuhannya. tahap-tahap pembentukan manusia sebagaimana digambarkan dalam Al Qur'an, benar-benar sesuai dengan penemuan embriologi modern.  Firman Allah:
"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik" (Al Qur'an, 23:14)

Dua laut bertemu tetapi tidak bercampur (Teori Tegangan permukaan);  pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Qur’an. Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Qur’an sebagai berikut: "Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing." (Al Qur'an, Ar-Rohman:19-20)
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka.

Sains dan teknologi mengalami perkembangan yang begitu pesat bagi kehidupan manusia. Dalam setiap waktu para ahli dan ilmuwan terus mengkaji dan meneliti sains dan teknologi sebagai penemuan yang paling canggih dan modern.  Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern.  Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini, dianugerahkan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Ilmu pengetahuan tanpa Agama adalah Lumpuh, Agama tanpa Ilmu pengetahuan adalah Buta”.

Semua yang telah kita pelajari sejauh ini memperlihatkan kita akan satu kenyataan pasti: Al Qur'an adalah kitab yang di dalamnya berisi berita yang kesemuanya terbukti benar. Fakta-fakta ilmiah serta berita mengenai peristiwa masa depan, yang tak mungkin dapat diketahui di masa itu, dinyatakan dalam ayat-ayatnya. Mustahil informasi ini dapat diketahui dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi masa itu. Ini merupakan bukti nyata bahwa Al Qur'an bukanlah perkataan manusia. Al Qur'an adalah kalam Allah Yang Maha Kuasa, Pencipta segala sesuatu dari ketiadaan. Dialah Tuhan yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.